Minggu, 29 Mei 2016

Singkong / Ketela Pohon / Ubi Kayu dan seluk Beluknya



#SELAMAT MALAM PARA KAWAN#
(Menyimak info sekitar Ketela Pohon / Ubi Kayu / Singkong)
________________________________________________________________






_______________________

Kata Pengantar
_______________________

Lewat link :
http://angkolafacebook.blogspot.co.id/2015/12/daun-singkong-sumber-stamina-tanah.html
penulis mengurai Singkong atau Daun ubi atau Ubi Tumbuk sebagai
salah satu sumber stamina masyarakat Batak dari Jaman ke Jaman.
Jadi...! Fokusnya pada daun Ubinya.

Bagaimana dengan Ubinya sendiri atau buah dari singkong itu
sendiri, maka postingan ini yang menjadi jawabannya.

Selamat menyimak...!

_______________________________________________________________

Sekilas Ketela Pohon / Ubi Kayu / Singkong Dalam Sejarah
_______________________________________________________________
























* Pemahaman Umum

Ketela pohon, ubi kayu, atau singkong (Manihot utilissima) adalah perdu
tahunan tropika dan subtropika dari suku Euphorbiaceae. Umbinya dikenal
luas sebagai makanan pokok penghasil karbohidrat dan daunnya
sebagai sayuran.

* Deskripsi

Perdu, bisa mencapai 7 meter tinggi, dengan cabang agak jarang.
Akar tunggang dengan sejumlah akar cabang yang kemudian membesar
menjadi umbi akar yang dapat dimakan.

Ukuran umbi rata-rata bergaris tengah 2–3 cm dan panjang 50–80 cm,
tergantung dari klon/kultivar. Bagian dalam umbinya berwarna putih
atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan simpan meskipun
ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan ditandai dengan
keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam sianida yang
bersifat meracun bagi manusia.

Umbi ketela pohon merupakan sumber energi yang kaya karbohidrat
namun sangat miskin protein. Sumber protein yang bagus justru
terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino metionina.

* Sejarah dan pengaruh ekonomi
























* Sejarah Budidaya dan Penyebarannya

Manihot esculenta pertama kali dikenal di Amerika Selatan kemudian
dikembangkan pada masa prasejarah di Brasil dan Paraguay, sejak
kurang lebih 10 ribu tahun yang lalu. Bentuk-bentuk modern dari
spesies yang telah dibudidayakan dapat ditemukan bertumbuh liar
di Brasil selatan. Meskipun spesies Manihot yang liar ada banyak,
semua kultivar M. esculenta dapat dibudidayakan. Walaupun demikian,
bukti-bukti arkeologis budidaya singkong justru banyak ditemukan
di kebudayaan Indian Maya, tepatnya di Meksiko dan El Salvador.

Produksi singkong dunia diperkirakan mencapai 192 juta ton pada
tahun 2004. Nigeria menempati urutan pertama dgn 52,4 juta ton,
disusul Brasil dgn 25,4 juta ton.

Indonesia menempati posisi ketiga dgn 24,1 juta ton, diikuti
Thailand dgn 21,9 juta ton (FAO, 2004[1]) Sebagian besar produksi
dihasilkan di Afrika 99,1 juta ton dan 33,2 juta ton di Amerika
Latin dan Kepulauan Karibia.

* Di Hindia Belanda

Singkong ditanam secara komersial di wilayah Indonesia (waktu itu
Hindia Belanda) pada sekitar tahun 1810, setelah sebelumnya
diperkenalkan orang Portugis pada abad ke-16 dari Brasil.

Menurut Haryono Rinardi dalam Politik Singkong Zaman Kolonial,
singkong masuk ke Indonesia dibawa oleh Portugis ke Maluku sekitar
abad ke-16. Tanaman ini dapat dipanen sesuai kebutuhan.

“Sifat itulah yang menyebabkan tanaman ubi kayu seringkali disebut
sebagai gudang persediaan di bawah tanah,” tulis Haryono.

Butuh waktu lama singkong menyebar ke daerah lain, terutama ke Pulau
Jawa. Diperkirakan singkong kali pertama diperkenalkan di suatu
kabupaten di Jawa Timur pada 1852. “Bupatinya sebagai seorang pegawai
negeri harus memberikan contoh dan bertindak sebagai pelopor.

Kalau tidak, rakyat tidak akan mempercayainya sama sekali,” tulis
Pieter Creutzberg dan J.T.M. van Laanen dalam Sejarah Statistik
Ekonomi Indonesia.

Namun hingga 1876, sebagaimana dicatat H.J. van Swieten, kontrolir
di Trenggalek, dalam buku De Zoete Cassave (Jatropha janipha) yang
terbit 1875, singkong kurang dikenal atau tidak ada sama sekali di
beberapa bagian Pulau Jawa, tapi ditanam besar-besaran di bagian
lain. “Bagaimanapun juga, singkong saat ini mempunyai arti yang lebih
besar dalam susunan makanan penduduk dibandingkan dengan setengah abad
yang lalu,” tulisnya, sebagaimana dikutip Creutzberg dan van Laanen.

Sampai sekitar tahun 1875, konsumsi singkong di Jawa masih rendah.
Baru pada permulaan abad ke-20, konsumsinya meningkat pesat.
Pembudidayaannya juga meluas. Terlebih rakyat diminta memperluas
tanaman singkong mereka.

Peningkatan penanaman singkong sejalan dengan pertumbuhan penduduk
Pulau Jawa yang pesat. Ditambah lagi produksi padi tertinggal di
belakang pertumbuhan penduduk. “Singkong khususnya menjadi sumber
pangan tambahan yang disukai,” tulis Marwati Djoened Poesponegoro
dan Nugroho Notosusanto dalam Sejarah Nasional Indonesia V. Hingga
saat ini, singkong telah menjadi salah satu bahan pangan yang utama,
tidak saja di Indonesia tetapi juga di dunia. Di Indonesia, singkong
merupakan makanan pokok ketiga setelah padi-padian dan jagung.



















Ket :
Pabrik Tapioka Kedung Kawung Cikalahang milik firma Goan Goan & Co,
Cirebon, Jawa Barat (tahun tidak diketahui)

Hindia Belanda pernah menjadi salah satu pengekspor dan penghasil
tepung tapioka terbesar di dunia. Di Jawa banyak sekali didirikan
pabrik2 pengolahan singkong untuk dijadikan tepung tapioka. Seperti
dalam buku Handbook of the Netherlands East Indies, pada tahun 1928
tercatat 21,9% produksi tapioka diekspor ke Amerika Serikat, 16,7%
ke Inggris, 8,4% ke Jepang, lalu 7% dikirim ke Belanda, Jerman, Belgia,
Denmark dan Norwegia. Biasanya tepung olahan singkong tersebut
dimanfaatkan sebagai bahan baku lem dan permen karet, industri
tekstil dan furniture.

Singkong adalah nama lokal di kawasan Jawa Barat untuk tanaman ini.
Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam bahasa Melayu
secara luas. Nama "ketela" secara etimologi berasal dari kata
dalam bahasa Portugis "castilla" (dibaca "kastiya"), karena tanaman
ini dibawa oleh orang Portugis dan Castilla (Spanyol).

* Pengolahan

Umbi singkong dapat dimakan mentah. Kandungan utamanya adalah pati
dengan sedikit glukosa sehingga rasanya sedikit manis. Pada keadaan
tertentu, terutama bila teroksidasi, akan terbentuk glukosida racun
yang selanjutnya membentuk asam sianida (HCN). Sianida ini akan
memberikan rasa pahit. Umbi yang rasanya manis menghasilkan paling
sedikit 20 mg HCN per kilogram umbi segar, dan 50 kali lebih banyak
pada umbi yang rasanya pahit. Proses pemasakan dapat secara efektif
menurunkan kadar racun.Dari pati umbi ini dibuat tepung tapioka (kanji).

* Penggunaan

Dimasak dengan berbagai cara, singkong banyak digunakan pada berbagai
macam masakan. Direbus untuk menggantikan kentang, dan pelengkap
masakan. Tepung singkong dapat digunakan untuk mengganti tepung
gandum, baik untuk pengidap alergi.

* Kadar gizi

Kandungan gizi singkong per 100 gram meliputi:

Kalori 121 kal
Air 62,50 gram
Fosfor 40,00 gram
Karbohidrat 34,00 gram
Kalsium 33,00 miligram
Vitamin C 30,00 miligram
Protein 1,20 gram
Besi 0,70 miligram
Lemak 0,30 gram
Vitamin B1 0,01 miligram[3]
Sedangkan daun singkong yang banyak dijadikan sayuran pada masakan Sunda
dan masakan Padang memiliki nutrisi sebagia berikut:

* Etimologi dan sinonim

Singkong adalah nama lokal di kawasan Jawa Barat untuk tanaman ini.
Nama "ubi kayu" dan "ketela pohon" dipakai dalam bahasa Melayu secara
luas. Nama "ketela" secara etimologi berasal dari kata "castilla"
(dibaca "kastilya"), karena tanaman ini dibawa oleh orang Portugis
dan Castilla (Spanyol).

Dalam bahasa lokal, bahasa Jawa menyebutnya pohung, bahasa Sangihe
bungkahe, bahasa Tolitoli dan Gorontalo kasubi, dan bahasa Sunda sampeu.

* Singkong vs Keju

Kenapa singkong selalu dihubungkan dengan keju untuk membandingkan
antara orang miskin dan orang kaya, rakyat jelata dan priyayi dll?

Diperkirakan saat masuknya singkong dibawa oleh orang Portugis bersamaan
juga dengan diperkenalkannya makanan keju. Keju berasal dari bahasa
portugis Queijo.

Dan ketika Belanda berkuasa, semakin dikenalkanlah makanan ini.
Ketika banyak rakyat pribumi dengan mudah menanam dan mengolah singkong
menjadi bahan makanan, keju "pemasaran"nya dibatasi agar tidak sembarang
orang bisa membuat dan mengolah keju, keju pun hanya beredar di kalangan2
tertentu saja, umumnya orang Belanda dan Eropa lainnya, serta kaum pribumi
terpandang (jutawan, bangsawan).

Menurut Creutzberg dan van Laanen, meski nilai singkong sebagai makanan
kurang dibandingkan beras atau jagung, ia tetap digunakan untuk menggantikan
beras di berbagai bagian Jawa Tengah pada masa paceklik sebelum panen
atau saat panen gagal.

Namun, menurut Marwati dan Nugroho, karena dipandang lebih rendah daripada
padi sebagai bahan pangan pokok, singkong memiliki reputasi buruk di
kalangan pakar ekonomi pertanian.

Kandungan proteinnya lebih rendah daripada padi dan peningkatan konsumsi
per kapitanya biasanya dipandang sebagai tanda kemiskinan. Kendati demikian,
peralihan ke singkong menjadi bukti bagi dinamika pertanian tanaman pangan
Pulau Jawa pada masa akhir kolonial.

_____________

Penutup
_____________

Demikian infonya para kawan sekalian...!

Kiranya cukup jelas bagi kita bagaimana sejarah singkong ini ada di
Nusantara yang dalam pikiran penulis termasuk di Tanah batak.

Selamat Malam...!








_________________________________________________________________________
Cat :




Tidak ada komentar:

Posting Komentar